Problem layanan pendidikan di daerah kepulauan sangat kompleks. Mulai dari jarak geografis, keterbatasan sarana dan prasarana, hingga kualitas sumber daya manusia. Segala keterbatasan ini berimbas langsung kepada sulitnya akses pendidikan dan minimnya kualitas lulusan yang memadai. Hal inilah yang menjadi topik pembicaraan dalam diskusi panel, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Diskusi panel ini digelar oleh Dewan Pimpinan Wilayah Ikatan Dosen Katolik Indonesia (DPW IKDKI) Maluku dan Maluku Utara dalam rangka “road to” Hari Ulang Tahun Keenam IKDKI, yang akan dirayakan secara nasional pada Sabtu, 22 November 2025.
Narasumber yang tampil dalam kegiatan ini adalah Prof. Dr. Patris Rahabav., M.Si dari FKIP Unpatti; Romo Costantinus Fatlolon, MA., PhD. dari STPAK Ambon; Dr. Celcius Waranmaselembun, M.Si dari Politeknik Perikanan Tual; dan Hilarius Wandan, M.Si dari Universitas Lelemuku Saumlaki; dengan moderator Ketua IKDKI Maluku & Maluku Utara Dr. Josep A. Ufi, SS., MA.
Para pembicara yang hadir memaparkan dengan terang-benderang berbagai kendala terkait layanan pendidikan di wilayah Maluku dan Maluku Utara. Perlu diingat bahwa wilayah ini merupakan wilayah kepulauan dengan jarak antar pulau yang luas dan sulit.
Karena itu, kata Prof. Dr. Patris Rahabav, kebijakan pemerintah di tingkat daerah hingga pusat pun harus disesuaikan dengan konsisi di lapangan. Letak geografis yang sangat luas dan cenderung menelan biaya mahal harus menjadi prioritas para kebijakan. Anggaran belanja pendidikan untuk Maluku dan sekitarnya tentu tidak bisa disamakan dengan wilayah lain.
“Sejumlah konten pendidikan dalam kurikulum kita pun tidak sesuai dengan kearifan lokal di Maluku. Kita berusaha mengangkat isu lokal kita, tetapi di waktu bersamaan di kurikulum kita tidak ada tempat bagi isu-isu lokal tersebut,” tegasnya.
Realitas keterbatasan akses pendidikan ini pun ditegaskan oleh Dr. Celcius Waranmaselembun dan Hilarius Wandan. Menurut para narasumber ini, selama ini peluang akses layanan pendidikan oleh para peserta didik maupun guru atau dosen, sangat terbatas.
Ada berbagai faktor yang membuat akses ini terbatas. Salah satunya adalah layanan internet yang sangat terbatas dan persebaran listrik yang tidak merata. Hasilnya, murid dan mahasiswa sangat susah untuk mendapatkan informasi pendidikan yang berkualitas.
Sementara para guru dan dosen pun tidak bisa mengakses media pendidikan untuk meng-upgrade pengetahuan dan metode pendidikan yang lebih baik.
“Jangankan bisa mengakses jurnal. Dosen mau coba menggunakan model pendidikan terbaru berbasis digital pun tidak bisa karena internet terbatas dan mahal. Untuk buka atau download satu file saja harus tunggu berjam-jam. Tidak jarang harus memakai kuota sendiri”.
Sementara Romo Costantinus Fatlolon mengingatkan kembali bahwa tujuan pendidikan hari ini adalah sebagai medium perjumpaan yang mestinya menjadikan setiap orang yang terlibat di dalamnya bermartbat.
“Karena itu, setiap murid, mahasiswa, guru dan dosen perlu menyadari tugas mulia ini, yakni menjadikan sekolah dan kampus sebagai tempat bertemunya para subjek untuk berbagi dan tumbuh bersama,” kata Romo Constantinus.
Ia menegaskan, sejumlah dokomen Gereja sudah berulang menegaskan akan layanan pendidikan yang berkualitas. Dan setiap orang yang terlibat di sana dipanggil untuk membantu mereka yang sulit dan terbatas bisa mendapatkan pelayanan yang baik.
Kegiatan ini berlangsung secara hybrid yang diikuti lebih dari 100 orang, yang terdiri dari para mahasiswa dan dosen.
(Steve Elu)
Leave A Comment